Sabtu, 31 Agustus 2013

Rumah Adat Batak (Ruma Bolon)

RUMA BOLON [RUMAH BESAR]

 
By: Manirutua Simanullang, ST.
Sumber: kebudayaanindonesia.net  & tradisikita.my.id

Batak merupakan salah satu suku di Sumatera Utara yang mendiami wilayah Danau Toba sekitarnya. Suku Batak memiliki rumah adat yang bernama Ruma Bolon. Bila diartikan "bolon" adalah besar, artinya rumah bolon adalah rumah besar karena memang ukurannya yang cukup besar. 
Perancang rumah Bolon ini ialah arsitektur kuno Simalungun. Rumah adat ini sekaligus menjadi simbol status sosial masyarakat Batak yang tinggal di Sumatera Utara. 

Rumah Bolon terdiri dari beberapa jenis, dan rumah adat yang dapat ditemuan di masyarakat Batak yaitu rumah Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak dan rumah Bolon Angkola. Setiap rumah mempunyai ciri khasnya masing-masing.

Dulu rumah adat ini ditinggali para raja Batak. Ada 14 Raja beserta kerajaannya yang bergantian menempati rumah Bolon, yaitu:
  1. Raja Pangultop-ultop 1624 -1648;
  2. Raja Ranjinman (1648 - 1669);
  3. Naga Raja (1670 - 1692);
  4. Tuan Batiran (1692 - 1717);
  5. Tuan Bakkara Raja (1738 -1738);
  6. Tuan Baringin (1738 - 1769);
  7. Tuan Bona Batu (1769 -1780);
  8. Tuan Raja Ulan (1781 - 1769);
  9. Tuan Atian (1800 - 1825);
  10. Tuan Horma Bulan (1826 - 1856);
  11. Tuan Raondop (1856 - 1886);
  12. Tuan Rahalim (1886 - 1921);
  13. Tuan Karel Tanjung (1921 - 1931);
  14. Tuan Mogang (1933 - 1947).
Tetapi kini rumah bolon sudah menjadi rumah adat dan menjadi objek wisata di Sumatera Utara. Meski saat ini masyarakatnya membangun rumah dengan gaya baru, tapi tak meninggalkan tradisi rumah adat. Terlihat dari bangunan-bangunan baru yang berdiri masih menggunakan konsep rumah Bolon. Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk atau daun rumbiah. Rumah adat ini tidak menggunakan paku, tapi diikat kuat dengan tali.

Rumah Bolon memiliki kolong (bagian bawah rumah) yang tingginya sekitar dua meter. Kolong tersebut biasanya dipergunakan untuk memelihara hewan, seperti babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu, yang sering dipelihara adalah kerbau. Karena cukup tinggi, maka dibantu dengan tangga dengan jumlah anak tangganya selalu ganjil. Untuk memasuki rumah tersebut harus menunduk karena pintunya agak pendek dan berukuran kecil, kurang dari satu  meter. Ini menandakan bahwa seseorang harus menghormati tuan rumah dengan cara menunduk saat memasukinya, sibaba ni aporit, yang artinya menghormati pemilik rumah.

Pintu masuk rumah adat ini, dahulunya memiliki dua macam daun pintu yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal. Tetapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi. Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar. Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada pembagian ruangan. Dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat
Pada bagian depan rumah Bolon, tepatnya di atas pintu terdapat gorga, sebuah lukisan berwarna merah, hitam, dan putih. Biasanya terdapat lukisan hewan seperti cicak, ular ataupun kerbau.

Dua hewan yang menjadi dekorasi rumah Bolon memiliki makna yang dalam. Pada gorga yang dilukis gambar hewan cicak bermakna, orang batak mampu bertahan hidup di manapun meski dia merantau ke tempat yang jauh sekalipun. Hal ini karena orang batak memiliki rasa persaudaraan yang sangat kuat dan tidak terputus antara sesama sukunya. Sedangkan gambar kerbau bermakna sebagai ucapan terima kasih atas bantuan kerbau telah membantu manusia dalam pekerjaan ladang masyarakat.
Keindahan rumah Bolon masih terus berlanjut. Atap yang menjadi pelindung rumah memiliki ciri khas yang unik. Dua ujung lancip di depan dan di belakang. Namun ujung pada bagian belakang lebih panjang agar keturunan dari yang memiliki rumah lebih sukses nantinya.

Berikut ciri khas masing-masing rumah Bolon dari suku Batak:
  • Rumah Bolon Toba. Berdasarkan bentuknya rumah dibagi kedalam 2 bagian, yaitu Rumah Bolon dan Ruma Jabu. Rumah Bolon Toba yang sering dijumpai biasaya cukup besar, sehingga banyak dimiliki oleh orang yang mampu saja. Bentuknya persegi panjang dan dapat menampung lima sampai enam keluarga.Sementara Rumah Jabu merupakah rumah yang sederhana. Hanya mampu menampung satu keluarga, tidak terdapat hiasan-hiasan maupun ukiran-ukiran dengan ukuran yang jauh lebih kecil dari Rumah Bolon. Namun dengan ciri-ciri arsitektur yang sama.
  • Rumah Bolon Simalungun. Memiliki kemiripan dan kesamaan dengan Rumah Bolon Toba, baik dari segi bentuk, arsitektur, nama, dan juga ornamen-ornamen hiasannya. Ciri khas utamanya terdapat di bagian bawah atau kaki bangunan, selalu berupa susunan kayu yang masih bulat-bulat atau gelondongan. Kayu-kayu tersebut menyilang dari sudut ke sudut. Ciri khas lainnya adalah bentuk atap di mana pada anjungan diberi limasan berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya.
  • Rumah Bolon Karo. Disebut juga sebagai Siwaluh Jabu, panjangnya bisa mencapai 13 meter dengan lebar mencapai 10 meter. Biasanya ditempati oleh empat hingga delapan keluarga, jumlah keluarga harus selalu genap. Salah satu keunikannya yaitu atap rumah dibangun bertingkat-tingkat cukup tinggi dan mampu bertahan hingga usia ratusan tahun.
  • Rumah Bolon Mandailing, disebut sebagai Bagas Godang sebagai kediaman para raja. Terletak di sebuah komplek yang sangat luas dan selalu didampingi dengan Sopo Godang sebagai balai sidang adat. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil, sebagaimana juga jumlah anak tangganya.
  • Rumah Bolon Pakpak. Ciri khas Rumah Adat Pakpak terletak pada bagian atapnya yang melengkung. Mempunyai satu bagian atap kecil dibagian paling atas. Sayangnya rumah adat ini kini semakin sulit ditemui karena kurang dilestarikan. Bentuk bangunan yang masih utuh bisa ditemukan di Sidikalang, Dairi, dan Pakpak Barat.
  • Rumah Bolon Angkola. Dikenal juga sebagai Bagas Godang.